Tokoh Panutan Politik Kita

Syaikhona Muhammad Syamsul Arifin
; Tokoh Panutan Politik Kita

Kiai Muhammad Syamsul Arifin adalah sosok kiai sekaligus politisi. Beliau adalah khadim di salah satu pondok pesantren besar di Pamekasan, Madura. Pesantren ini bernama “Darul Ulum Banyuanyar” yang masyhur dengan nama Banyuanyar. Puluhan ribu alumninya tersebar di seluruh penjuru negeri ini, dari kota hingga ke pelosok desa, dan bahkan di luar negeri dengan beraneka ragam profesi. 

Kiai yang acap kali menyebut dirinya sebagai “khadimul ma’had” yang berarti pelayan pesantren ini adalah sosok kiai yang sejak lama aktif di partai politik bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Militansinya terhadap PPP tidak usah dipertanyakan lagi.

Dalam berpartai politik, beliau berbeda dari kebanyakan kiai, apalagi politisi yang non kiai. Ketika yang lain gemar berpindah-pindah partai politik , beliau tetap istiqamah dengan PPP-nya. Dan bahkan di saat banyak kiai membenci dan berbondong-bondong meninggalkan PPP karena berbagai isu tak sedap yang menerpanya, beliau tetap istiqamah berjuang bersamanya. 

Istiqamah adalah motto sekaligus pegangan
hidup bagi beliau yang harus dimanifestasikan ke dalam kehidupan nyata. “Utlubil istiqamah walatatlub al-karomah,” kalimat inilah yang terus didengungkannya kepada para santri agar senantiasa ber-istiqamah dalam segala hal. Karena istiqamah adalah sumber kemuliaan. “Al-istiqamah ainul karomah,” begitulah dauhnya kepada para santri.


Bagi beliau, partai politik adalah tempat untuk berjuang mensyiarkan Islam, bukan tempat memburu keuntungan materi dan melacurkan idealisme. Adagium “tidak ada kawan sejati dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan abadi” tidak berlaku bagi beliau. Karena, bagi beliau, kepentingan dakwah islamiah berada di atas kepentingan-kepentingan yang lain.

Selain sebagai sosok yang istiqamah, beliau juga adalah sosok yang helim (sabar). Dalam diskursus kajian tasawuf, kita mengenal istilah as-shabru dan al-hilmu. Keduanya sama-sama bermakna sabar tetapi al-hilmu adalah kesabaran yang berada di atas as-shabru. Jadi, helim merupakan sifat sabar yang melebihi sifat sabar pada umumnya. Tidak sembarang orang bisa bersifat helim kecuali orang-orang yang benar-benar dekat dengan Tuhannya.

Sebagaimana kita mafhum, bahwa dalam politik kita jamak terjadi fitnah, adu domba, hoax dan tetek bengik lainnya, atau yang masyhur kita sebut ‘politik machivellian’ (menghalalkan segala cara) untuk menggapai hasrat politiknya. Tetapi hal tersebut tidak pernah beliau lakukan sepanjang berjuang dalam ranah politik bersama PPP. 

Bagaimana mau berpolitik kotor, sedangkan membalas serangan-serangan lawan politiknya yang kotor sekalipun beliau enggan melakukannya. Bagi beliau, membalas politik kotor dengan politik kotor adalah sama-sama kotornya. 

Dalam ihwal politik, dan tentu juga ihwal lainnya yang berhubungan dengan hajat orang banyak, beliau mewarisi sifat Nabi Muhammad SAW. sebagaimana kita mafhum bahwa beliau tidak pernah sekalipun membalas perlakuan orang-orang kafir, malah beliau mendoakan mereka agar segera mendapat hidayah.

Kiai Muhammad Syamsul Arifin juga seperti itu, mendoakan orang-orang yang membencinya, memfitnahnya, dan bahkan yang dengan jelas memusuhinya. “Semoga mereka diberikan hidayah dan sadar bahwa apa yang dilakukannya salah.” Begitulah kira-kira doa beliau. 

“Jek ajungkaagi oreng laen mun paningghaenah dhibik gi’ ta’ sekken,” (jangan berusaha menjatuhkan orang lain jika pondasimu masih rapuh) begitulah pesan kiai kepada para santri dalam setiap kesempatan, baik ketika mulang (ngajar) kitab para santri atau pun mengisi kegiatan alumni di luar pondok pesantren. Sungguh tausiah yang memiliki makna yang sangat filosofis. 

Dari dauh beliau di atas, saya bisa mengambil satu kesimpulan, bahwa berusaha menjatuhkan dan mencelakai orang lain dengan alasan dan cara apa pun itu merupakan sesuatu yang fatal, sebagaimana lazim terjadi dalam panggung perpolitikan kita dewasa ini. 

Dari catatan kecil saya di atas tentang sosok seorang kiai dan politisi yang helim, patut kiranya jika para elite politisi kita meneladani beliau. Terlebih di saat bangsa ini dilanda krisis tokoh politik yang patut dijadikan teladan dalam menjalankan aktivitas politik yang beradab. Politik yang beradab adalah politik yang mengedepankan nilai-nilai dan harkat-martabat kemanusiaan kita. Bukan politik yang mengedepankan egoisme dan kepentingan politik masing-masing kelompok dan golongan.

Demi kepentingan dan tercapainya hasrat politik kelompoknya, maka menghalalkan segala cara adalah satu-satunya usaha yang dapat dilakukan oleh kebanyakan para elite politisi kita sebagaimana jamak terjadi dewasa ini. Hoax, fitnah, adu domba, dan propaganda sudah menjadi tabia’at perpolitikan kita. Ia lazim menjadi laku keseharian para elite politisi kita.  

Kiai Muhammad Syamsul Arifin adalah oase di tengah kering kerontangnya jagat perpolitikan kita. Beliau tidak boleh hanya dipandang sebagai tokoh yang rajin disowani, tapi akhlak dan budi luhurnya harus menjadi spirit yang terus menyala dalam setiap gerak-langkahnya mengarungi jelimetnya dunia perpolitikan kita dewasa ini.